Translate

Kamis, 23 Juli 2015

Pentingnya Pembangunan Karakter untuk Masyarakat Nagari Pangian

Selama Ramadhan 1436 H, Padang Ekspres melaksanakan program bedah kinerja kepala daerah, khususnya kepala daerah yang masa jabatannya habis pada tahun ini. Bentuk programnya, kepala daerah, dalam hal ini bupati dan wali kota diundang ke redaksi Padang Ekspres dan memaparkan apa-apa saja yang sudah dilakukannya setelah lima tahun memimpin daerahnya.
Setelah pemaparan, acara akan dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi dengan awak redaksi Padang Ekspres. Hasil pemaparan dan diskusi tersebut akan diracik oleh wartawan dan diterbitkan di halaman satu. Saya berkesempatan mengikuti diskusi dengan tiga bupati, yaitu Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigoe, Bupati Solok Syamsu Rahim, dan Bupati Padangpariaman, Ali Mukhni.
Dua di antaranya sudah terbit di halaman satu Padang Ekspres, kebetulan saya sendiri yang menulisnya. Sedangkan hasil diskusi dengan Ali Mukhni akan diterbitkan besok, yaitu Senin (29/6). Jujur saja, ketiga kepala daerah ini membuat saya terkesan dan saya pikir siapa pun yang melanjutkan kepemimpinan atau berniat mengabdi ke daerah sebagai kepala daerah, harus belajar banyak kepada tiga orang ini, yaitu Shadiq Pasadigoe, Syamsu Rahim, dan Ali Mukhni.
Meski tidak setenar Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, di mata saya, ketiganya sudah berhasil meninggalkan konsep dasar pembangunan yang apabila programnya diteruskan pemimpin setelahnya, itu akan menjadi ciri khas daerah tersebut. Shadiq Pasadigoe misalnya, sepuluh tahun memimpin Tanahdatar, dia fokus pada pembangunan di bidang pendidikan.
Di eranya, tidak boleh ada masyarakat Tanahdatar yang putus sekolah dengan alasan tidak ada biaya. “Untuk masalah ini, saya sendiri yang turun tangan mengurusnya,” tegasnya pada diskusi itu. Pada suatu perbincangan santai dengan saya, dia mengaku fokus pada pendidikan karena menyadari Kabupaten Tanahdatar tidak memiliki potensi besar di bidang lain.
Jika anak-anak Tanahdatar bisa sekolah tinggi, menurutnya mereka bisa berkiprah di mana saja, dan pasti akan membantu sanak saudara dan pembangunan di kampungnya masing-masing. Untuk menjamin keberlangsungan program ini, di masa kepemimpinannya dilahirkan Perda Pendidikan yang nantinya menjamin pendidikan anak Tanahdatar walau dia sudah tidak memimpin Tanahdatar lagi.
Sedangkan Syamsu Rahim memilih fokus pada pembangunan manusia, yaitu dengan program musyawarah tigo tungku sajarangan (MTTS). Dengan adanya program ini, diharapkan segala permasalahan di nagari bisa diselesaikan secara musyawarah. Dia juga fokus pembangunan manusia di bidang keagamaan. Harapannya, jika masyarakat sudah melaksanakan kehidupan sesuai aturan agama dan adat, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.
Sedangkan Ali Mukhni memiliki keunggulan lain, yaitu rajanya pembangunan infrastruktur. Di masa kepemimpinannya, banyak mega proyek yang sudah dikerjakan, sedang dikerjakan dan akan dikerjakan. Di antaranya, pembangunan Asrama Haji, pembangunan stadion berkelas internasional, pembangunan pelabuhan dan pusat pendidikan latihan perkapalan. Pembangunan irigasi, jalan lingkar, hingga pusat industri pun sedang berlangsung di daerah ini.
Yang menariknya, jika di daerah lain sering kali pembangunan terkendala lahan, Ali Mukhni bisa menaklukkan permasalahan itu. Harusnya Padang memakai jasa Ali Mukhni, sehingga pembangunan jalur dua Bypass, Jembatan Kuranji, Alai-Bypass dan pembangunan yang terkendala lahan lainnya bisa diselesaikan.
Hampir sama dengan Shadiq, kata dia, setiap ada urusan yang terkendala, dia langsung turun tangan mengatasinya.
Dia tidak malu duduk berjam-jam dengan masyarakat, dari pagi hingga subuh dia relakan waktunya untuk bertemu masyarakat dan meluluhkan hatinya karena menyadari pentingnya pembangunan. Saya melihat, Ali Mukhni menyadari Padang sebagai ibu kota provinsi tidak bisa dikembangkan lagi. Selain lahan yang sempit, banyak yang terkungkung hutan lindung, diperparah dengan sulitnya pembebasan lahan.
Sebagai daerah tetangga, dia harus menangkap momen ini dan melakukan pembangunan sebanyak-banyaknya di Padangpariaman. Dari ketiga pemimpin di atas, ada pelajaran yang bisa dipetik, yaitu fokus, konsisten dan bersedia menerima masukan. Sesuatu yang dilaksanakan fokus secara berkesinambungan, terus dievaluasi, pasti akan membuahkan hasil.
Menurut saya, tidak perlu harus doktor atau profesor untuk jadi pejabat. Dari tiga pemimpin yang saya sebutkan di atas, ketiganya hanyalah pegawai negeri sipil. Ada yang mantan guru, mantan pegawai DLLAJ, hingga mantan sekda. Namun, saya menilai mereka mengerti betul apa yang dibutuhkan daerahnya.
Mereka benar-benar serius mengurus masyarakat. Mereka kesampingkan ego “golongan” untuk kemaslahatan masyarakat yang sudah memilihnya. Hasilnya, Shadiq terpilih pada periode kedua dengan suara 61 persen, Syamsu Rahim yang menyeberang dari Kota Solok ke Kabupaten Solok juga menaklukkan hati para pemilih. Untuk Ali Mukhni, saya yakin bisa menang di atas 55 persen.
Sumbar membutuhkan pemimpin seperti mereka, yang fokus dan konsisten pada satu bidang pembangunan. Menurut saya, bidang itu adalah pariwisata. Tidak perlu banyak gerakan, tapi hasilnya tak kunjung terlihat. Cukup satu yang boneh, tapi fokus, diurus dengan serius, konsisten dan berkesinambungan.
Mengingat Pangian
Mendengar pemaparan para kepala daerah, saya ingat kampung halaman saya, yaitu Nagari Pangian yang terletak di Kecamatan Lintau Buo. Nagari yang indah, dengan infrastruktur yang memadai (kecuali ketersediaan air bersih).
Saya sebenarnya bisa bangga dengan kampung saya ini. Betapa tidak, kampung saya sudah masuk listrik, jalan aspal mulus hingga ke pelosok kampung. Ada jaringan telekomunikasi hingga internet. Tingkat pendidikan masyarakat cukup baik.
Saya berpikir di Nagari Pangian tidak dibutuhkan lagi pembangunan fisik yang wah. Cukup dioptimalkan saja yang telah ada. Namun yang perlu menjadi fokus adalah pembangunan karakter.
Pembangunan karakter menurut saya lebih tinggi nilainya dibanding pembangunan intelektual. Sebab, saat ini sudah banyak sarjana di nagari yang terkenal elok baso ini.
Namun, tidak banyak yang bisa menyelenggarakan jenazah saat ada kematian, ada kegamangan ketika khatib Jumat tidak datang, warga kebingungan ketika ada acara berdoa bersama, sebab tidak banyak yang bisa memimpin doa.
Kata Ketua IKPR pusat, Dodi Maivo, Harus diakui meski banyak yang berpendidikan, namun SDM masyarakat masih rendah.Rendahnya SDM dapat dilihat dari rendahnya partisipasi warga dalam pembangunan nagari. Pengurus Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN) hingga pengurus masjid, orangnya itu-itu saja. Pudurnya tigo tungku sajarangan bisa dilihat dari semakin hilangnya peran ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai di tengah masyarakat. Tidak jarang, sesama ninik mamak saling sikut, bersengketa berkepanjangan, hingga tersandung masalah lainnya.
“Lihat saja, tak jarang ninik mamak sibuk memperebutkan harta pusako, memperebutkan gelar. Mereka tidak lagi memberikan suri teladan pada kemenakan, melainkan contoh yang buruk,” ujarnya.
Di nagari-nagari  juga mengalami krisis tokoh agama. Bahkan, untuk Shalat Jumat saja, banyak masjid yang linglung mencari khatib Jumat. Padahal, dalam adat pun seharusnya sudah ada ninik mamak yang bertugas untuk itu.
Kemudian, para cadiak pandai, terkadang tak bisa berbuat banyak karena budaya cimeeh masyarakat.
“Karena permasalahan di atas, fungsi musyawarah yang seharusnya menjadi ciri khas Minangkabau tidak bisa berjalan sesuai harapan. Bahkan, tanpa disadari sudah terjadi kediktatoran dalam nagari,” jelas Dodi.
Akibat kekerabatan di nagari sudah tergerus, banyak pertikaian dalam kelompok masyarakat adat. Hal itu, tambahnya, bisa dilakukan dengan membuat program berkesinambungan.
“Misalnya, satu jorong satu mubalig, menyiapkan imam masjid dan sistem nagari yang dapat menyelesaikan permasalahan di nagari dengan baik,” ujarnya. (*)

Senin, 21 Juli 2014

Rahasia Hamas Palestina Bertahan dari Gempuran Israel



Tentara Militan dan Sering Dibantu Mukjizat Allah SWT
Dengan segala keterbatasannya, Hamas, organisasi politik Palestina yang memiliki sayap militer itu menentang zionis Israel. Tapi, Israel yang disokong dengan persenjataan canggih tidak pernah bisa membersihkan Hamas dan sayap-sayap militernya sampai sekarang. Apa rahasianya?
Hijrah Adi Sukrial
Hamas memang misterius. Regenerasi kelompok itu beserta sayap-sayap militernya seperti tak pernah terputus. Padahal, setiap kali berkonflik dengan Israel, korban terbanyak justru dari pihak Hamas, meski tidak menafikkan sebagian besar di antaranya warga sipil di Jalur Gaza.
Salah seorang Mujahidin Hamas dari Gaza, Palestina, Syeikh Abdurrahim M A Shehab, 37, berkunjung ke Padang Ekspres, kemarin (21/7). Dia salah seorang diplomat yang diundang organisasi masyarakat (Ormas) Islam Sumbar untuk menggugah umat Islam di Sumbar agar ikut membantu perjuangan Palestina dengan caranya masing-masing.
Syeikh Abdurrahim M A Shehab memaparkan, sejak dua minggu terakhir, Israel telah memborbardir jalur Gaza dari udara, darat, dan laut. Pasukan Israel menyerang dengan membabi buta dan tidak tepat sasaran, karena serangannya justru mengenai warga sipil.
”Akibat serangan ini, sudah 450 orang yang syahid, 3.000 luka-luka, 300 rumah rusak total, dan 2.000 rusak sedang. Serangan ini juga merusak masjid dan rumah sakit, serta jalan raya,” jelas Syeikh Abdurrahim, ketika berdiskusi dengan awak redaksi Padang Ekspres dan Padang TV di Graha Pena Padang, kemarin.
Dia memaparkan, 45 persen dari korban tersebut adalah wanita dan anak-anak. Walau banyak korban, namun sesungguhnya Israel belum mampu mencapai sasaran dan tidak berhasil masuk dan menguasai Gaza. ”Namun yang jadi masalah, 3.000 orang yang jadi korban belum mendapat pengobatan yang layak, karena semua jalur Mesir-Palestina yang selama ini jadi tumpuan Hamas untuk berkomunikasi dengan dunia luar ditutup sejak Mesir dipimpin Presiden El Sissi. ”Akibatnya, banyak warga yang tidak dapat pengobatan, kurang gizi dan kesehatannya tidak terjamin,” ulasnya.
Namun, dengan segala kekurangannya, Hamas tetap mampu mengimbangi serangan Israel. Kuncinya, iman yang kuat dan keyakinan bahwa pertolongan Allah selalu ada. Apalagi sekarang senjata mereka sudah semakin canggih dan banyak.
Syeikh Abdurrahim M A Shehab menjelaskan, sejak delapan tahun belakangan, mujahidin Hamas terus belajar berperang dan membuat senjata. Di sisi lain, anggota Hamas diberi kecerdasan dan kepandaian membuat senjata. ”Sekarang, kami sudah memiliki pabrik senjata bawah tanah dan mampu membuat seperempat juta rudal, membuat pesawat tanpa awak yang bisa memantau sasaran yang akan ditembak dengan rudal, dan terus meningkatkan keimanan dan kekuatan fisik pasukan,” ulas pria kelahiran Ramallah tersebut.
Karena hal itu, saat ini menurutnya Hamas semakin ditakuti tentara Israel. Walau menyerang membabi buta, menurutnya tentara Israel sangat ketakutan. ”Saking takutnya, mereka makan minum dan buang air di dalam tank hingga berhari-hari,” paparnya.
Selain faktor di atas, menurutnya pertolongan Allah sangat membantu mereka. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya keajaiban yang mereka dapatkan dalam pertempuran. ”Kadang ada ratusan roket, bahkan lebih meluncur ke arah Israel. Padahal kami (Hamas, red) tidak ada menembakkannya,” ulasnya.
Syeikh Abdurrahim M A Shehab juga menceritakan bagaimana pasukan Hamas direkrut dan dilatih. Dia mengatakan, tidak sembarangan orang bisa bergabung dan menjadi tentara Hamas. Seleksinya sangat ketat dan keras, makanya secara kuantitas pasukan Hamas sangat sedikit, sedangkan dari segi kualitas, mereka adalah tentara yang tangguh.
Untuk menjadi pasukan Hamas, seorang tersebut harus mendapat rekomendasi dari bagian dakwah, yaitu jaminan bahwa yang bersangkutan baik imannya, amalnya, pergaulannya.
Calon pasukan dididik lima tahun, materinya Al Quran dan hadits, Fiqih, kisah nabi, dan lainnya. Biasanya, setelah berumur 18 tahun baru boleh mendaftar secara resmi. Namun, calon pasukan harus shalat Subuh berjamaah selama 40 hari berturut-turut tanpa pernah terlambat. ”Shalat Subuh ini sangat penting dan yang paling ditakuti Israel. Karena, bagaimana mungkin bisa mengalahkan Israel kalau tidak disiplin. Selain itu tidak ada pasukan Hamas yang merokok. Walau hebat seperti Rambo, kalau merokok, tidak bisa bergabung dengan Hamas,” ujarnya.
Hal di atas, menurutnya adalah keunggulan Hamas yang tidak bisa diikuti Israel. Makanya, meski jumlah pasukan selalu kalah, namun Israel tidak pernah bisa mengalahkan Hamas. ”Tahun 1960an, enam negara Arab lainnya bisa dikalahkan Israel dalam waktu enam jam. Namun karena pertolongan Allah, hingga saat ini Hamas belum bisa dikalahkan,” ujarnya.
Ketua Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) Sumbar, Irfianda Abidin mengatakan, mereka mendatangkan Syeikh Abdurrahim M A Shehab untuk menggugah hati kaum Muslimin Sumbar.
Syeikh Abdurrahim M A Shehab akan berkeliling ke beberapa daerah di Sumbar untuk menceritakan kondisi sesungguhnya di Palestina. Sekaligus, nanti Ormas Islam Sumbar akan menyampaikan bantuan langsung kepada Syeikh untuk dibawa ke Palestina.
”Jadi kita imbau, seluruh masyarakat Sumbar yang mengumpulkan donasi untuk Palestina bisa disalurkan melalui Syeikh Abdurrahim M A Shehab. Beliau akan ada di Sumbar hingga Rabu (23/7) malam,” ujarnya.
Kata Irfianda, dengan memberi bantuan melalui Syeikh Abdurrahim M A Shehab maka bantuan akan tepat sasaran. ”Kita berharap bantuan masyarakat Sumbar nantinya juga dipakai untuk membeli senjata dan logistik perang. Karena bantuan makanan dan obat-obatan juga sudah banyak diberikan negara lainnya,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Sumbar, M Siddiq mengatakan, konflik di Gaza bukan sekadar pertempuran antar dua negara. Namun, menyelamatkan Palestina adalah kewajiban umat Islam di seluruh dunia.
”Sebab, Masjid Al Aqsa di Palestina adalah kiblat pertama umat Islam. Kemudian, negeri para nabi, negeri para ulama, negeri pada syuhada. Sedangkan Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Siapa yang tidak peduli ke sesama Muslin, dia bukan umatku”. Untuk itu, mari kita ikut berjihad dengan cara masing-masing. Jika tidak bisa badan yang berangkat, kita bisa berjihad dengan harta,” ujarnya.
Selain Irfianda Abidin dan M Siddiq, ikut hadir dalam rombongan Buya Dt Malano dari MTKAAM Sumbar, Ibnu Aqil dari Paga Nagari Sumbar, Umar, Shobir Khairul Amri.
Rombongan disambut Pemred Padang Ekspres Nashrian Bahzein, Wapemred Padang TV Nofal Wiska, serta awak redaksi lainnya.
M Siddiq mengatakan, bagi komunitas-komunitas yang ingin menyampaikan bantuan untuk Palestina langsung menyerahkannya pada Syeikh Abdurrahim M A Shehab bisa menghubunginya di nomor HP 085364296465 dan HP Irfianda Abidin 085374689815. (***)
Selengkapnya baca Padang Ekspres Selasa 22 Juli 2014

Kamis, 10 April 2014

Caleg DPR RI asal Sumbar yang meraih Kursi DPR RI



* Dari suara sementara yang masuk dan dihimpun Liga Mahasiswa Nasdem Sumbar

1. Caleg Partai Golkar Azwar Daeny Tara.
2.   Diikuti Partai Gerindra dengan 12 persen suara (Calegnya antara Suir Syam dan Afrizal).
3.   Partai Demokrat yang meraih 10 persen (antara Darizal Basir dan Dasrul Djabar).
4.   PPP dengan suara 10 persen dengan calegnya Epyardi Asda.
5.   Nasdem 9 persen antara Bachtul dan Endre Saifoel.
6.   PAN 9 persen dengan calon menonjol Asli Chaidir.
7.   PDI-Perjuangan dengan suara 8 persen Alex Indra Lukman.
8.   PKS dengan raih suara 8 persen, dengan Calegnya Hermanto.
Dapil 2.
1.   Gerindra, 18 persen, calegnya Ade Rizki Pratama. Perolehan suara Ade Rizki mengungguli suara Sukri Bey dan Endang Irzal.
2.   Golkar 16 persen, calegnya Jon Kennedy Aziz.
3.   Demokrat 14 persen, calegnya Mulyadi.
4.   Hariadi dari PPP dengan persentase 9 persen.
5.   Nasdem 8 persen antara Nilmaizar dan Sumarni Alam.
Posisi terakhir, terjadi persaingan sengit tiga calon. Ketiganya, Agus Susanto dari PDI Perjuangan dengan 7,5 Persen suara, lalu Refrizal dari PKS dengan perolehan 7,4 persen. Taslim dari PAN yang juga incumbent perolehannya cuma 6,9 persen.

Awalnya Takut Ular, Kini Ketagihan Ingin Memiliki



Tren Memelihara Reptil di Kalangan Anak Muda Padang

Ular tak lagi menjadi hewan menakutkan bagi sekumpulan anak muda. Mereka bahkan bertekad menjadikan hewan melata ini sebagai teman yang harus dilindungi. Berusaha memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa ular bukanlah hewan yang harus dibunuh, namun diselamatkan.


Hijrah Adi Sukrial—Padang
Suasana GOR H Agus Salim sedang ramai-ramainya pada Minggu (6/4) pagi. Maklum, itu adalah waktunya masyarakat Padang berolaharaga. Mulai dari sekadar jogging hingga senam pagi. Di sisi lain, banyak juga yang memanfaatkan keramaian itu untuk berjualan.
Di salah satu sudut, sekelompok pemuda berkumpul bersama. Saat orang sedang berolahraga, mereka justru punya kegiatan lain, yaitu bermain-main bersama reptil. Mulai dari ular berbisa hingga iguana terlihat sangat akrab dengan anak-anak muda tersebut. Bahkan, ular berbisa seakan teman bermain dan binatang yang jinak di tangan mereka.
Unlimit Repril Community (UREC) adalah nama organisasi tempat pecinta reptil ini bernaung. Lewat komunitas ini mereka ingin membuat masyarakat lebih dekat dan tidak asing lagi dengan reptil.
Di keramaian GOR H Agus Salim, mereka mengajak remaja dan anak muda berkenalan dengan ular dan hewan reptil lainnya.
”Biasanya ada lihat-lihat, kemudian kami tawarkan berfoto dan meyakinkan bahwa mereka aman, karena ular tersebut tidak berbisa. Awalnya ada yang takut-takut, hingga akhirnya ketagihan,” jelas Ketua UREC Roby Ramadhan kepada Padang Ekspres, kemarin.
Menurut Roby, mereka ingin mengubah stigma negatif masyarakat tentang reptil. Selama ini masyarakat sangat anti terhadap reptil, terutama ular. Alhasil, setiap bertemu ular di pemukiman atau di jalan, tidak ada orang yang berpikir menyelamatkan atau mengembalikan ke habitatnya. ”Langkah pertama pasti mencari kayu, batu, dan lainnya. Sedikit sekali yang memikirkan bahwa ular juga hewan yang punya hak untuk dilindungi,” jelas Robi.
Berdirinya UREC diawali sekumpulan mahasiswa Universitas Putra Indonesia (UPI) yang sama-sama hobi memelihara reptil. Dari situ, mereka kemudian berbincang-bincang hingga akhirnya menyediakan jadwal berkumpul sekali seminggu.
”Awalnya hanya mahasiswa UPI. Lama kelamaan banyak yang gabung, mulai dari mahasiswa, karyawan hingga siswa. Akhirnya kami sepakat mengganti namanya dengan Unlimited Reptil Community. Unlimited artinya kami mencintai ular tak terbatas dan tak pandang kasta dalam memilih anggota. Begitu juga hewan peliharaan, tak pandang ular lokal atau impor, semuanya harus disayangi,” jelasnya.
Rio Irnawan, salah seorang anggota UREC mengatakan, baginya ular adalah hewan yang asyik untuk dipelihara. Agar tidak membahayakan, paling penting diperhatikan adalah karakternya. Perlu dikenali apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Kalau ular berbisa biarkan saja melilit, tapi harus hati-hati terhadap gigitannya. Biasanya memainkannya tetap memakai alat. Sedangkan ular tidak berbisa, yang perlu diwaspadai adalah lilitannya. ”Kalau digigit tidak masalah, tapi jangan biarkan melilit,” jelasnya.

Dia menjelaskan, sejak banyaknya komunitas reptil di Padang, sudah banyak orang sadar untuk melindungi hewan tersebut. ”Dulu kalau ada ular selalu dibunuh, sekarang sudah ada orang yang memanggul anak komunitas reptil. Kami biasanya dipanggil saat ada ular di komplek atau pemukiman penduduk,” jelas pria yang memelihara ular pyton dan kadal ini.
Selain itu, dia bersama ketua dan anggota komunitas reptil sering road show ke sekolah-sekolah. Biasanya mereka memperkenalkan jenis-jenis reptil, tingkat bahaya dan cara penanganan ketika ada reptil masuk rumah atau pemukiman. Dari sosialisasi dan acara-acara yang digelar di GOR, sekarang sudah banyak anak muda yang menjadi pecinta reptil dan tergabung dalam berbagai komunitas.
Ular yang dipeliharanya biasanya diletakkan dalam akuarium atau kotak-kotak kaca. Untuk perawatan, hanya memandikan, menjemur dan memberi makan. Namun, kadang-kadang ada ular yang butuh perawatan khusus, misalnya ular yang tidak mau makan, ular banyak kutu, atau ular luka-luka sehabis dipukuli warga dengan kayu.
Kalau dapat ular yang seperti itu, kadang Rio harus sabar memandikannya dengan air sirih, menyuapkan makannya, bahkan menjemurnya di bawah matahari pagi.
Bagi Rio, mencintai reptil juga mendatangkan manfaat lain. Misalnya, bertambahnya pergaulan hingga nilai ekonomis. Bukan karena Rio menjual hewan melata tersebut, melainkan menyediakan makanan untuk mereka. Ya, di kalangan pecinta reptil, tikus putih termasuk kebutuhan untuk makanan ular. Rio adalah salah satu pecinta reptil yang menyediakan waktu untuk beternak tikus putih tersebut.
Ke depan, dia berharap masyarakat tidak anti terhadap reptil. Kalau ada bertemu reptil tidak dibunuh melainkan ditangkap dengan cara yang tepat. ”Kalau tidak tahu caranya, silakan hubungi kami,” ulasnya. (***)




Rabu, 19 Maret 2014

Jalan-jalan di KRI dr Soeharso, Kapal Rumah Sakit Satu-satunya di Indonesia



Setara RS Tipe A, Ada Ambulance Udara dan Laut
KRI dr Soeharso terlihat gagah dan perkasa saat sandar di Pelabuhan Teluk Bayur Padang, kemarin (18/3). Kapal ini adalah satu-satunya kapal bantu rumah sakit di Indonesia. Menariknya, infrastruktur dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya, setara dengan rumah sakit tipe A.
Hijrah Adi Sukrial—Padang
Komandan KRI dr Soeharso, Letkol (p) Slamet Hariono sedang bersiap-siap menghadiri pertemuan dengan Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Danlantamal) II Padang saat Padang Ekspres berkunjung ke lokasi kapal ini sandar. Dia mempersilakan untuk berkunjung ke atas kapal dan berjanji bertemu usai menghadiri pertemuan dengan Danlantamal II Padang, Brigjen TNI (Mar) Soedarmien Soedar.
Dilihat dari bawah, kapal ini sungguh megah dan berwibawa. Betapa tidak, dengan panjang 112 meter, kapal ini lebih panjang dari lapangan bola kaki. Lambang palang merah terpampang di depan samping dan belakang kapal. Ini menandakan, kapal ini adalah kapal yang bertugas untuk kemanusian. Dalam perang sekalipun, kapal ini tak boleh diserang, sebab mereka bertugas menolong korban perang, walau lawan sekalipun.
Dua kapal kecil jenis LCU-23M diparkir dalam lambung seluas kurang dari 500 meter persegi itu. ”LCU ini fungsinya untuk menjemput pasien ke daratan. Sebab, ketika operasi di pulau terluar, kapal ini tak bisa merapat. Maka pasien dijemput dengan kapal kecil ke tepian,” ujar Serda Hafid yang mendampingi Padang Ekspres mengelilingi kapal.
Serda Hafid memaparkan, lantai dua kapal itu terdiri atas ruang-ruang yang merupakan bangsal dan kamar isolasi serta ruang untuk rapat kru dan kamar-kamar kru.
Lantai tiga terdiri atas fasilitas perawatan rumah sakit. Lantai empat dan lima merupakan kamar-kamar kru, ruang pertemuan, dan fasilitas operasional kapal.
Lantai tiga adalah keistimewaan kapal yang dulunya bernama KRI Tanjung Dalpele ini. Sebab, lantai tiga adalah pusat kegiatan medis dan menjadi salah satu bagian vital kapal yang berfungsi sebagai rumah sakit terapung itu.
Di lantai tiga terdapat puluhan ruangan kecil yang dilengkapi fasilitas kesehatan lengkap dan memiliki berbagai fungsi. Suasananya sangat rapi dan bersih. Lantainya mengkilat menandakan rutin dibersihkan. Kondisi itu membuat kapal terasa sangat nyaman, bahkan lebih nyaman dibandingkan rumah sakit konvensional.
Di pintu ruangan tertulis fungsi dari ruangan itu. Di antaranya, Unit Gawat Darurat (UGD), poli gigi, poli mata, ruang dokter, ruang rawat pria dan wanita, klinik obs gyn, ruang ICU, anasthesi, ruang bedah umum, ruang sterilisasi, ruang rontgen, USG, bahkan X Ray.


Ruang operasional dan sarana penunjang kesehatan dibuat sangat lengkap dengan fasilitas medis standar RS pada umumnya. Tiap ruang didesain layaknya ruang praktik dokter-dokter spesialis.
Dalam ruang poli gigi, terdapat sebuah kursi untuk perawatan dilengkapi rak yang berisi alat-alat operasi gigi dan lampu operasi.
Di ruang poli mata juga ada fasilitas untuk operasi kecil serta pengobatan.
Sejumlah alat kelengkapan penunjang medis seperti rontgen dan alat ultrasonografi juga ada di ruangan lain. ”RS kapal ini setara dengan rumah sakit tipe A,” jelas salah seorang petugas kesehatan yang ditemui Padang Ekspres di atas kapal.
Pria yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku bangga bisa berlayar dengan KRI dr Soeharso. Dia bisa mengabdi pada masyarakat pulau terluar di Indonesia dan membantu penanganan bencana. “Karena Indonesia adalah negara aman, maka kapal ini lebih banyak menjalankan misi kemanusiaan. Misalnya untuk korban bencana dan pengobatan di pulau terluar di Indonesia. Jadi, kalau di televisi melihat ada berita bencana, kami sudah siap-siap berangkat,” ujarnya.
Banyak pengalaman berkesan sat berlayar dengan KRI dr Soeharso. Misalnya ketika melakukan pengobatan di pulau terluar. Bahagia rasanya melihat senyum orang  di daerah terpencil yang tersenyum mendapat pengobatan. Sebab, di daerah mereka kadang hanya ada rumah sakit kecil dengan fasilitas belum memadai.
Kadang ada warga mengucapkan terima kasih dengan memberikan hasil bumi, seperti pisang, pepaya, tanaman anggrek bahkan burung.
Suasana berbeda terasa ketika berada di geladak kapal. Di sana parkir helikopter jenis puma. Heli ini bertugas untuk mengevakuasi pasien yang tidak bisa dijemput dengan LCU karena ombak besar. Kadang juga dipakai untuk merujuk pasien yang tidak bisa ditangani di KRI dr Soeharso.Beberapa awak kapal terlihat sedang beristirahat sambil menelepon keluarga dan memancing. Ada juga ruangan olahraga bulutangkis di sana.
 
Komandan KRI dr Soeharso Letkol (P) Slamet Hariono memaparkan, kegiatan medis seperti itu sangat mungkin dilakukan dengan taktis di kapal tersebut. Sebab, selain dilengkapi infrastruktur memadai, juga ada tenaga kesehatan, mulai dari perawat hingga dokter spesialis. Untuk kegiatan latihan penanganan bencana dengan tajuk Mentawai Megathrust Direx Exercise, KRI dr Soeharso membawa 50 tenaga kesehatan yang terdiri dari perawat dan 5 dokter spesialis.
Dia memaparkan, selain memiliki fasilitas kesehatan, KRI dr Soeharso juga memiliki peralatan tempur untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu diserang musuh. Di antaranya, 2 meriam Penangkis Serangan Udara (PSU) Rheinmetall 20mm.
Menurutnya, siapa pun yang bertugas di kapal yang memiliki lebar 22 meter dan bobot kosong 11.394 ton ini akan memiliki banyak pengalaman berkesan. Walau jarang pulang, namun terobati dengan misi-misi kemanusiaan yang dikerjakan. ”Bertugas di sini membuat kita bisa menyalurkan rasa kemanusiaan. Bahagia melihat orang menyambut kita dengan suka cita dan memiliki banyak teman. Kapal ini membuat masyarakat di daerah tertentu mendapat pengobatan yang layak dan gratis,” ujarnya.
Setiap tahun, KRI dr Soeharso berlayar untuk operasi Surya Bhaskara Jaya. Warga kemudian dibantu mulai dari operasi bedah, operasi bibir sumbing, sunat, KB, hingga pengobatan lainnya. (***)


Juga terbit di Harian Pagi Padang Ekspres. http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=50261




Rabu, 12 Maret 2014

Perjuangan Amran Nur, Mantan Wali Kota Sawahlunto Memajukan Pariwisata

Sawahlunto adalah kota yang potensi tambangnya mulai berkurang. Selain tambang, hampir tidak ada potensi lain yang bisa dikembangkan di kota berusia 123 tahun ini. Saat terpilih menjadi wali kota, Amran Nur menyulap kota ini menjadi destinasi wisata.
Kini, wisatawan lokal dan mancanegara kian banyak melancong ke kota tua itu. Berkat prestasi itu, Amran Nur banjir apresiasi dari berbagai pihak. Dia kembali meraih Asita Award, dalam ketegori kepala daerah yang dinilai konsisten membangun pariwisata. Seperti apa perjuangannya?


Gubernur Sumbar Irwan Prayitno antusias mendengar daftar nama penerima penganugerahan Asita Award di Pangeran Beach. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah, penghargaan yang diterima Wali Kota Sawahlunto Amran Nur. Ia mengomentari panjang lebar upaya dan keberhasilan kepala daerah di kota itu membangun pariwisata hingga menarik banyak wisatawan.
”Dulu kita sempat khawatir, Kota Sawahlunto akan jadi kota mati setelah terhentinya aktivitas tambang batu bara oleh PT BA. Namun, Pak Amran Nur ternyata mampu mengubah Sawahlunto menjadi kota tujuan wisata dengan berbagai terobosan yang dilakukannya,” puji Irwan Prayitno saat memberikan sambutan.
Usai menerima penghargaan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita), Amran Nur bersedia membeberkan perjuangannya membangun pariwisata Sawahlunto dan pemikirannya untuk pembangunan pariwisata Sumbar.
Awal menjadi wali kota, kata Amran Nur, kalau hanya berharap dari tambang membangun Sawahlunto sangat kecil prospeknya. Dia pun memutar otak menciptakan ikon baru dan mengubah pandangan orang bahwa Sawahlunto bukan sekadar kota tambang.
Akhirnya, dia melihat peluang sejarah panjang Sawahlunto potensial sebagai kota wisata warisan. Sebab, para ahli waris pegawai Belanda hingga kini masih tetap menyilau tempat tinggal leluhurnya di Sawahlunto. Peluang itu ditangkap wali kota berlatar belakang pengusaha dan konsultan manajemen ini, sebagai potensi yang bisa dikembangkan. Tanpa pikir panjang, dia pun bertekad menjadikan Sawahlunto menjadi destinasi (tujuan) wisata utama di Sumbar.
Langkah pertamanya, mewujudkan Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang berbudaya. Ia secara intens melakukan pendekatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya keramahtamahan dan memberikan kenyamanan kepada pendatang.
Tokoh masyarakat yang punya pengaruh besar, dan pihak-pihak yang berpengalaman di dunia pariwisata, diajak terlibat dan studi banding pada daerah yang dianggap mempunyai keramahtamahan tinggi.
”Kita berikan masyarakat pencerahan bagaimana menjadi tuan rumah yang baik, bagaimana menciptakan keamanan pada orang yang datang. Caranya, melakukan pertemuan bersama tokoh masyarakat. Imbauan dilakukan dari tingkat camat hingga kepala jorong. Kita tekankan betul, kita harus bangkit, caranya dengan pariwisata,” ujar mantan wali kota dua periode ini.
Setelah terjadi perubahan kultur melalui edukasi, dia pun mulai membenahi seluruh potensi pariwisata dan menciptakan objek wisata baru, seperti water boom dan pembenahan taman wisata Kandi. Amran menjelaskan, ada sekitar 100 bangunan peninggalan Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi seperti terowongan bekas penambangan, lokasi luas bekas penambangan terbuka, serta rel dan kereta api pengangkut batu bara.
Ada juga bekas-bekas bangunan Belanda yang dijadikan kota tua, terminal kereta api dan lokomotif yang usianya mencapai ratusan tahun. Semuanya dipertahankan dan diusahakan tetap sama seperti keadaannya ketika zaman dulu. Dengan aset bersejarah itu, membuat sisa-sisa peninggalan zaman penjajahan Belanda masih jelas terlihat di Sawahlunto.
Pemerintah pun merenovasi sejumlah bangunan peninggalan Belanda untuk dijadikan objek wisata andalan bekas Kota Arang itu. Bahkan, masyarakat dibantu biaya memperbaiki rumah agar tetap bercorak tempoe doeloe.
Setelah semuanya bangkit, paket-paket wisata pun dibuat. Wisatawan asal Belanda dan domestik menjadi target utama. Mereka melakukan promosi, kerja sama dengan semua stakeholders. Menyulap rumah-rumah warga menjadi rumah layak untuk menjadi tempat tinggal wisatawan atau homestay. ”Warga kita ajarkan bagaimana teknik house keeping, pelayanan pada tamu, dan masakan yang cocok dengan selera tamu. Hal itu dilakukan untuk antisipasi masih kurangnya penginapan di Sawahlunto. Kemampuan bahasa asing masyarakat juga diperkuat,” tuturnya.
Perlahan Sawahlunto pun bangkit. Perekonomian terus menggeliat, wisatawan pun berdatangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2004 jumlah wisatawan ke Sawahlunto hanya sekitar 14.425 orang, namun pada 2010 meningkat menjadi 645.020 orang. Meningkatnya wisatawan melancong telah menggairahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor pendidikan, ekonomi kerakyatan seperti kerajinan tenun songket, restoran dan souvenir.
Atas prestasi itu, Amran Nur diganjar berbagai penghargaan. Selain Asita Award, dia juga mendapat Penghargaan Nasional Citra Toko Budaya 2007 dari Yayasan Pelestarian budaya Indonesia. Lalu, Penghargaan Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Daerah Tahun 2008 dari PT Indonesia Asahan Aluminium. Kemudian, Penghargaan Temu Pusaka 2008 dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia.
Selain itu, Sawahlunto juga mendapat Penghargaan The Best Achievement Travel Club Tourism Award 2011, dan Penghargaan Indonesia Tourism Award 2011. Bahkan, pada tahun 2009 lalu, UNESCO memberikan penghargaan Asia-Pacific Heritage Awards for Culture Heritage Conservation, dan tahun ini bakal masuk pula sebagai salah satu kota warisan dunia.
”Ke depan, saya berharap semua daerah di Sumbar mempunyai visi yang sama terhadap perkembangan pariwisata. Potensi wisata Sumbar sangat komplit. Ada laut, gunung, danau, lembah, kereta api, kapal, bendi. Ada juga kesenian, kebudayaan, kuliner, kearifan lokal yang sangat unik.
Apabila semua kepala daerah bersatu memajukan pariwisata akan tercipta paket perjalanan wisata dan daerah pun sangat berpeluang untuk maju. Bayangkanlah, daerah kita ini bagaikan surga. Tinggal memperbaiki infrastruktur, memperbaiki kesadaran masyarakat tentang pentingnya memberikan keamanan dan kenyamanan kepada pendatang, maka kita akan menjadi destinasi utama di Indonesia. Daerah lain itu tidak ada apa-apanya dibanding kita,” ujarnya. (***)
Pernah Diterbitkan di Harian Pagi Padang Ekspres
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=22881

Senin, 03 Maret 2014

Kisah Shadiq Pasadigue, Anak Pejuang yang jadi Bupati Tanahdatar


Idolakan Ayah, Kemana-mana Bawa Yasin
Siapa sangka, dibalik sosoknya yang tegas dan keras, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue adalah seorang pria yang sangat mengagumi sosok ayahnya. Pesan-pesan ayahnya begitu melekat dalam dirinya. Bahkan, bupati dua periode ini tak segan-segan menunjukkan foto ayahnya yang senantiasa disimpannya dalam dompetnya.
Hijrah Adi Sukrial—Tanahdatar
Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue bersama anakkotogadang, Nagari Pangian, Hijrah Adi Sukrial.


Foto pacu jawi yang mendunia itu terpajang gagah di ruang tamu rumah dinas Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue di Gedung Indo Jalito Batusangkar. Sepertinya, melalui foto itu Shadiq Pasadique ingin memperkenalkan dan membanggakan kepada setiap tamu yang datang Tanahdatar adalah pemilik budaya pacu jawi tersebut.
Di ruang tamu itu Shadiq Pasadigue sedang menerima tamu di rumah dinasnya di Gedung Indo Jalito, Batusangkar ketika Padang Ekspres menemuinya, Jumat (28/2).
Kemudian, dia mempersilakan Padang Ekspres masuk dan mengajak untuk berbincang di ruang tamu yang ada di bagian dalam rumah. Ruang tamu dengan ruang itu dibatasi krai. Sebenarnya ruang itu lebih pas disebut ruang keluarga, karena di sana terdapat meja makan, televisi dan tak jauh dari dapur. Di sana beberapa pegawai sedang sibuk kegiatan masing-masing.
Di dinding dekat ruangan itu ada foto 3 orang pria bersarung yang sedang berdiri di depan rumah. Yaitu, Bung Hatta dan Buya Hamka yang mengapit seorang pria yang kemudian diketahui bernama M Saleh Kari Sutan atau juga dikenal Pakiah Saleh.
Pakiah Saleh adalah ayah dari Shadiq Pasadigue yang juga teman seperjuangan dengan Buya Hamka semasa mengaji di Masjid Jembatan Besi Padangpanjang dan sama-sama dibuang ke Digul bersama tokoh proklamator Indonesia, Muhammad Hatta.
Jangan bayangkan meja makan di rumah bupati itu penuh dengan hidangan dan makanan yang siap disajikan kapan saja, namun meja makan dipenuhi berkas-berkas kedinasan dan buku bacaan. 
”Saya tidak pernah dihidangkan, kalau mau makan, cukup ambilkan saja nasi sepiring. Dihidangkan itu menghabiskan waktu,” ujarnya ketika berbincang dengan Padang Ekspres.
Shadiq mengaku, bukanlah tipe orang yang makan dan berolahraga secara teratur. Bagi Shadiq, makan itu adalah keharusan, karena banyaknya kegiatan yang harus diikutinya membutuhkan tenaga. ”Kadang, mau pergi acara saya makan dulu, agar tidak ngantuk. Soal menu tidak ada pantangan. Namun, olahraga dan liburan sudah tidak sempat lagi,” jelas pria kelahiran 8 Januari 1960 yang mengaku suka makan ayam, sea food dan jengkol ini.
Ada satu hal yang tak pernah bisa ditinggalkan bupati dua periode yang menggantikan Masriadi Martunus sejak tahun 2005 ini, yaitu membaca Al Quran di setiap waktu senggangnya. Misalnya ketika dalam perjalanan menuju rapat atau dinas, di atas pesawat, dan antara Maghrib dan Isya saat dia berada di rumah. Bahkan, Surat Yasin kecil berwarna merah selalu menyertainya kemana pun dia pergi.
”Ayah saya dulu berpesan, setiap hari kita harus membaca Al Quran. Tidak bisa satu juz, 3 halaman, tidak bisa 3 halaman, minimal sehalaman. Makanya saya membawa ini kemana pun saya pergi,” jelasnya sambil memperlihatkan Surat Yasin kecil.
Menurut Shadiq, pesan-pesan ayahnya memang menjadi selalu diingat dan dilaksanakannya. Karena ayahnya yang seorang ulama mendidiknya sangat keras untuk masalah agama. Dia memaparkan, selain untuk selalu mengaji, ada beberapa pesan ayahnya yang terus terngiang di telinganya. Di antaranya, agar tidak pernah meninggalkan shalat, tidak beranak banyak, tidak iri hati, dan tidak makan yang haram.
Kata Shadiq, ayahnya menganalisa banyak masyarakat yang memiliki banyak anak, namun kemudian menjadi beban baginya. Misalnya, ada orang memiliki empat anak, namun tidak mampu memberi makan dan mendidik dengan baik. Hal itu akan menyebabkan anak menjadi beban bagi orangtuanya. ”Oleh sebab itu anak saya cuma dua,” ulas pria berkumis dan berkacamata ini.
Shadiq mengaku, dia tidak pernah mengajak anaknya liburan atau makan malam bersama secara khusus. Terutama sejak menjadi pejabat publik. Kata dia, dulu saat masih tinggal di Komplek Semen Padang, Sabtu atau Minggu mereka masih sempat meluangkan waktu bersama, minimal sekadar pergi ke pusat Kota Padang.
Sekarang. walau dia dan istrinya sibuk, mereka tidak melupakan perhatian untuk sepasang buah harinya itu. Wujud perhatian diberikan dengan cara selalu mengontrol shalat, makan dan kuliah anaknya. Kemudian, dia juga senantiasa mendoakan anaknya. ”Ini lihat, saya menelpon jam 13.20. Tadi saya menanyakan dimana dia shalat Jumat dan makannya. Saya juga ingatkan untuk pergi kuliah dan tidak lupa membuat tugas,” jelasnya sembari memperlihatkan telepon selularnya pada Padang Ekspres.   
Menurutnya, hal itu harus dilakukan setiap orang tua jika tidak ingin anaknya menjadi anak yang menyusahkannya kelak. Sebab, apabila anak diperhatikan ibadah, makan dan pendidikannya, maka anak akan tumbuh jadi anak yang beriman, berilmu dan sehat. Bekal itu pula yang dulu diberikan ayahnya Pakiah Saleh dan ibunya Hj Asiah Said padanya. Dengan demikian, anak akan mampu menjadi berkah bagi orang tuanya. ”Saya lahir saat usia ayah saya sudah 62 tahun. Dia tidak memberikan uang banyak, namun pendidikan agama dan pesan-pesan mendidik yang senantiasa saya ingat. Ayah saya meninggal 3 bulan setelah saya tamat kuliah,” kenang Shadiq.
”Dalam menjalani karir di bidang politik, juga ada pesan yang selalu saya ingat. Intinya, ketika berada di shaf terdepan, ada orang yang menawarkan kita jadi imam, kita harus melihat kiri kanan. Jika rasanya ada orang yang lebih baik dan lebih pantas, persilakanlah orang tersebut. Jika tidak ada, baru kita maju. Jika ini diamalkan, maka tidak akan 10 pasang calon kepala daerah di Padang,” ujar pria asal Nagari Simpuruik yang dibesarkan di Parakjua Batusangkar ini.
Yal, ajudan Shadiq Pasadique mengatakan, selama mendampingi Shadiq dia mengakui, memang sangat berkesan dengan kebiasaan Shadiq yang selalu menyempatkan diri untuk membaca Al Quran. Menurutnya Shadiq memang tidak ada mengikuti pengajian khusus. Sebab, sehabis Maghrib masih banyak acara undangan masyarakat yang dihadirinya.
Namun, dia melihat, selain di perjalanan, Shadiq rutin mengaji saat Kamis malam atau Jumat pagi. ”Biasanya bapak yasinan,” ujarnya. (***)


Terbit di Harian Pagi Padang Ekspres edisi 3 Maret 2014
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=50027