Translate

Senin, 03 Maret 2014

Kisah Shadiq Pasadigue, Anak Pejuang yang jadi Bupati Tanahdatar


Idolakan Ayah, Kemana-mana Bawa Yasin
Siapa sangka, dibalik sosoknya yang tegas dan keras, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue adalah seorang pria yang sangat mengagumi sosok ayahnya. Pesan-pesan ayahnya begitu melekat dalam dirinya. Bahkan, bupati dua periode ini tak segan-segan menunjukkan foto ayahnya yang senantiasa disimpannya dalam dompetnya.
Hijrah Adi Sukrial—Tanahdatar
Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue bersama anakkotogadang, Nagari Pangian, Hijrah Adi Sukrial.


Foto pacu jawi yang mendunia itu terpajang gagah di ruang tamu rumah dinas Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue di Gedung Indo Jalito Batusangkar. Sepertinya, melalui foto itu Shadiq Pasadique ingin memperkenalkan dan membanggakan kepada setiap tamu yang datang Tanahdatar adalah pemilik budaya pacu jawi tersebut.
Di ruang tamu itu Shadiq Pasadigue sedang menerima tamu di rumah dinasnya di Gedung Indo Jalito, Batusangkar ketika Padang Ekspres menemuinya, Jumat (28/2).
Kemudian, dia mempersilakan Padang Ekspres masuk dan mengajak untuk berbincang di ruang tamu yang ada di bagian dalam rumah. Ruang tamu dengan ruang itu dibatasi krai. Sebenarnya ruang itu lebih pas disebut ruang keluarga, karena di sana terdapat meja makan, televisi dan tak jauh dari dapur. Di sana beberapa pegawai sedang sibuk kegiatan masing-masing.
Di dinding dekat ruangan itu ada foto 3 orang pria bersarung yang sedang berdiri di depan rumah. Yaitu, Bung Hatta dan Buya Hamka yang mengapit seorang pria yang kemudian diketahui bernama M Saleh Kari Sutan atau juga dikenal Pakiah Saleh.
Pakiah Saleh adalah ayah dari Shadiq Pasadigue yang juga teman seperjuangan dengan Buya Hamka semasa mengaji di Masjid Jembatan Besi Padangpanjang dan sama-sama dibuang ke Digul bersama tokoh proklamator Indonesia, Muhammad Hatta.
Jangan bayangkan meja makan di rumah bupati itu penuh dengan hidangan dan makanan yang siap disajikan kapan saja, namun meja makan dipenuhi berkas-berkas kedinasan dan buku bacaan. 
”Saya tidak pernah dihidangkan, kalau mau makan, cukup ambilkan saja nasi sepiring. Dihidangkan itu menghabiskan waktu,” ujarnya ketika berbincang dengan Padang Ekspres.
Shadiq mengaku, bukanlah tipe orang yang makan dan berolahraga secara teratur. Bagi Shadiq, makan itu adalah keharusan, karena banyaknya kegiatan yang harus diikutinya membutuhkan tenaga. ”Kadang, mau pergi acara saya makan dulu, agar tidak ngantuk. Soal menu tidak ada pantangan. Namun, olahraga dan liburan sudah tidak sempat lagi,” jelas pria kelahiran 8 Januari 1960 yang mengaku suka makan ayam, sea food dan jengkol ini.
Ada satu hal yang tak pernah bisa ditinggalkan bupati dua periode yang menggantikan Masriadi Martunus sejak tahun 2005 ini, yaitu membaca Al Quran di setiap waktu senggangnya. Misalnya ketika dalam perjalanan menuju rapat atau dinas, di atas pesawat, dan antara Maghrib dan Isya saat dia berada di rumah. Bahkan, Surat Yasin kecil berwarna merah selalu menyertainya kemana pun dia pergi.
”Ayah saya dulu berpesan, setiap hari kita harus membaca Al Quran. Tidak bisa satu juz, 3 halaman, tidak bisa 3 halaman, minimal sehalaman. Makanya saya membawa ini kemana pun saya pergi,” jelasnya sambil memperlihatkan Surat Yasin kecil.
Menurut Shadiq, pesan-pesan ayahnya memang menjadi selalu diingat dan dilaksanakannya. Karena ayahnya yang seorang ulama mendidiknya sangat keras untuk masalah agama. Dia memaparkan, selain untuk selalu mengaji, ada beberapa pesan ayahnya yang terus terngiang di telinganya. Di antaranya, agar tidak pernah meninggalkan shalat, tidak beranak banyak, tidak iri hati, dan tidak makan yang haram.
Kata Shadiq, ayahnya menganalisa banyak masyarakat yang memiliki banyak anak, namun kemudian menjadi beban baginya. Misalnya, ada orang memiliki empat anak, namun tidak mampu memberi makan dan mendidik dengan baik. Hal itu akan menyebabkan anak menjadi beban bagi orangtuanya. ”Oleh sebab itu anak saya cuma dua,” ulas pria berkumis dan berkacamata ini.
Shadiq mengaku, dia tidak pernah mengajak anaknya liburan atau makan malam bersama secara khusus. Terutama sejak menjadi pejabat publik. Kata dia, dulu saat masih tinggal di Komplek Semen Padang, Sabtu atau Minggu mereka masih sempat meluangkan waktu bersama, minimal sekadar pergi ke pusat Kota Padang.
Sekarang. walau dia dan istrinya sibuk, mereka tidak melupakan perhatian untuk sepasang buah harinya itu. Wujud perhatian diberikan dengan cara selalu mengontrol shalat, makan dan kuliah anaknya. Kemudian, dia juga senantiasa mendoakan anaknya. ”Ini lihat, saya menelpon jam 13.20. Tadi saya menanyakan dimana dia shalat Jumat dan makannya. Saya juga ingatkan untuk pergi kuliah dan tidak lupa membuat tugas,” jelasnya sembari memperlihatkan telepon selularnya pada Padang Ekspres.   
Menurutnya, hal itu harus dilakukan setiap orang tua jika tidak ingin anaknya menjadi anak yang menyusahkannya kelak. Sebab, apabila anak diperhatikan ibadah, makan dan pendidikannya, maka anak akan tumbuh jadi anak yang beriman, berilmu dan sehat. Bekal itu pula yang dulu diberikan ayahnya Pakiah Saleh dan ibunya Hj Asiah Said padanya. Dengan demikian, anak akan mampu menjadi berkah bagi orang tuanya. ”Saya lahir saat usia ayah saya sudah 62 tahun. Dia tidak memberikan uang banyak, namun pendidikan agama dan pesan-pesan mendidik yang senantiasa saya ingat. Ayah saya meninggal 3 bulan setelah saya tamat kuliah,” kenang Shadiq.
”Dalam menjalani karir di bidang politik, juga ada pesan yang selalu saya ingat. Intinya, ketika berada di shaf terdepan, ada orang yang menawarkan kita jadi imam, kita harus melihat kiri kanan. Jika rasanya ada orang yang lebih baik dan lebih pantas, persilakanlah orang tersebut. Jika tidak ada, baru kita maju. Jika ini diamalkan, maka tidak akan 10 pasang calon kepala daerah di Padang,” ujar pria asal Nagari Simpuruik yang dibesarkan di Parakjua Batusangkar ini.
Yal, ajudan Shadiq Pasadique mengatakan, selama mendampingi Shadiq dia mengakui, memang sangat berkesan dengan kebiasaan Shadiq yang selalu menyempatkan diri untuk membaca Al Quran. Menurutnya Shadiq memang tidak ada mengikuti pengajian khusus. Sebab, sehabis Maghrib masih banyak acara undangan masyarakat yang dihadirinya.
Namun, dia melihat, selain di perjalanan, Shadiq rutin mengaji saat Kamis malam atau Jumat pagi. ”Biasanya bapak yasinan,” ujarnya. (***)


Terbit di Harian Pagi Padang Ekspres edisi 3 Maret 2014
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=50027


Tidak ada komentar:

Posting Komentar