Translate

Rabu, 19 Maret 2014

Jalan-jalan di KRI dr Soeharso, Kapal Rumah Sakit Satu-satunya di Indonesia



Setara RS Tipe A, Ada Ambulance Udara dan Laut
KRI dr Soeharso terlihat gagah dan perkasa saat sandar di Pelabuhan Teluk Bayur Padang, kemarin (18/3). Kapal ini adalah satu-satunya kapal bantu rumah sakit di Indonesia. Menariknya, infrastruktur dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya, setara dengan rumah sakit tipe A.
Hijrah Adi Sukrial—Padang
Komandan KRI dr Soeharso, Letkol (p) Slamet Hariono sedang bersiap-siap menghadiri pertemuan dengan Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Danlantamal) II Padang saat Padang Ekspres berkunjung ke lokasi kapal ini sandar. Dia mempersilakan untuk berkunjung ke atas kapal dan berjanji bertemu usai menghadiri pertemuan dengan Danlantamal II Padang, Brigjen TNI (Mar) Soedarmien Soedar.
Dilihat dari bawah, kapal ini sungguh megah dan berwibawa. Betapa tidak, dengan panjang 112 meter, kapal ini lebih panjang dari lapangan bola kaki. Lambang palang merah terpampang di depan samping dan belakang kapal. Ini menandakan, kapal ini adalah kapal yang bertugas untuk kemanusian. Dalam perang sekalipun, kapal ini tak boleh diserang, sebab mereka bertugas menolong korban perang, walau lawan sekalipun.
Dua kapal kecil jenis LCU-23M diparkir dalam lambung seluas kurang dari 500 meter persegi itu. ”LCU ini fungsinya untuk menjemput pasien ke daratan. Sebab, ketika operasi di pulau terluar, kapal ini tak bisa merapat. Maka pasien dijemput dengan kapal kecil ke tepian,” ujar Serda Hafid yang mendampingi Padang Ekspres mengelilingi kapal.
Serda Hafid memaparkan, lantai dua kapal itu terdiri atas ruang-ruang yang merupakan bangsal dan kamar isolasi serta ruang untuk rapat kru dan kamar-kamar kru.
Lantai tiga terdiri atas fasilitas perawatan rumah sakit. Lantai empat dan lima merupakan kamar-kamar kru, ruang pertemuan, dan fasilitas operasional kapal.
Lantai tiga adalah keistimewaan kapal yang dulunya bernama KRI Tanjung Dalpele ini. Sebab, lantai tiga adalah pusat kegiatan medis dan menjadi salah satu bagian vital kapal yang berfungsi sebagai rumah sakit terapung itu.
Di lantai tiga terdapat puluhan ruangan kecil yang dilengkapi fasilitas kesehatan lengkap dan memiliki berbagai fungsi. Suasananya sangat rapi dan bersih. Lantainya mengkilat menandakan rutin dibersihkan. Kondisi itu membuat kapal terasa sangat nyaman, bahkan lebih nyaman dibandingkan rumah sakit konvensional.
Di pintu ruangan tertulis fungsi dari ruangan itu. Di antaranya, Unit Gawat Darurat (UGD), poli gigi, poli mata, ruang dokter, ruang rawat pria dan wanita, klinik obs gyn, ruang ICU, anasthesi, ruang bedah umum, ruang sterilisasi, ruang rontgen, USG, bahkan X Ray.


Ruang operasional dan sarana penunjang kesehatan dibuat sangat lengkap dengan fasilitas medis standar RS pada umumnya. Tiap ruang didesain layaknya ruang praktik dokter-dokter spesialis.
Dalam ruang poli gigi, terdapat sebuah kursi untuk perawatan dilengkapi rak yang berisi alat-alat operasi gigi dan lampu operasi.
Di ruang poli mata juga ada fasilitas untuk operasi kecil serta pengobatan.
Sejumlah alat kelengkapan penunjang medis seperti rontgen dan alat ultrasonografi juga ada di ruangan lain. ”RS kapal ini setara dengan rumah sakit tipe A,” jelas salah seorang petugas kesehatan yang ditemui Padang Ekspres di atas kapal.
Pria yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku bangga bisa berlayar dengan KRI dr Soeharso. Dia bisa mengabdi pada masyarakat pulau terluar di Indonesia dan membantu penanganan bencana. “Karena Indonesia adalah negara aman, maka kapal ini lebih banyak menjalankan misi kemanusiaan. Misalnya untuk korban bencana dan pengobatan di pulau terluar di Indonesia. Jadi, kalau di televisi melihat ada berita bencana, kami sudah siap-siap berangkat,” ujarnya.
Banyak pengalaman berkesan sat berlayar dengan KRI dr Soeharso. Misalnya ketika melakukan pengobatan di pulau terluar. Bahagia rasanya melihat senyum orang  di daerah terpencil yang tersenyum mendapat pengobatan. Sebab, di daerah mereka kadang hanya ada rumah sakit kecil dengan fasilitas belum memadai.
Kadang ada warga mengucapkan terima kasih dengan memberikan hasil bumi, seperti pisang, pepaya, tanaman anggrek bahkan burung.
Suasana berbeda terasa ketika berada di geladak kapal. Di sana parkir helikopter jenis puma. Heli ini bertugas untuk mengevakuasi pasien yang tidak bisa dijemput dengan LCU karena ombak besar. Kadang juga dipakai untuk merujuk pasien yang tidak bisa ditangani di KRI dr Soeharso.Beberapa awak kapal terlihat sedang beristirahat sambil menelepon keluarga dan memancing. Ada juga ruangan olahraga bulutangkis di sana.
 
Komandan KRI dr Soeharso Letkol (P) Slamet Hariono memaparkan, kegiatan medis seperti itu sangat mungkin dilakukan dengan taktis di kapal tersebut. Sebab, selain dilengkapi infrastruktur memadai, juga ada tenaga kesehatan, mulai dari perawat hingga dokter spesialis. Untuk kegiatan latihan penanganan bencana dengan tajuk Mentawai Megathrust Direx Exercise, KRI dr Soeharso membawa 50 tenaga kesehatan yang terdiri dari perawat dan 5 dokter spesialis.
Dia memaparkan, selain memiliki fasilitas kesehatan, KRI dr Soeharso juga memiliki peralatan tempur untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu diserang musuh. Di antaranya, 2 meriam Penangkis Serangan Udara (PSU) Rheinmetall 20mm.
Menurutnya, siapa pun yang bertugas di kapal yang memiliki lebar 22 meter dan bobot kosong 11.394 ton ini akan memiliki banyak pengalaman berkesan. Walau jarang pulang, namun terobati dengan misi-misi kemanusiaan yang dikerjakan. ”Bertugas di sini membuat kita bisa menyalurkan rasa kemanusiaan. Bahagia melihat orang menyambut kita dengan suka cita dan memiliki banyak teman. Kapal ini membuat masyarakat di daerah tertentu mendapat pengobatan yang layak dan gratis,” ujarnya.
Setiap tahun, KRI dr Soeharso berlayar untuk operasi Surya Bhaskara Jaya. Warga kemudian dibantu mulai dari operasi bedah, operasi bibir sumbing, sunat, KB, hingga pengobatan lainnya. (***)


Juga terbit di Harian Pagi Padang Ekspres. http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=50261




Rabu, 12 Maret 2014

Perjuangan Amran Nur, Mantan Wali Kota Sawahlunto Memajukan Pariwisata

Sawahlunto adalah kota yang potensi tambangnya mulai berkurang. Selain tambang, hampir tidak ada potensi lain yang bisa dikembangkan di kota berusia 123 tahun ini. Saat terpilih menjadi wali kota, Amran Nur menyulap kota ini menjadi destinasi wisata.
Kini, wisatawan lokal dan mancanegara kian banyak melancong ke kota tua itu. Berkat prestasi itu, Amran Nur banjir apresiasi dari berbagai pihak. Dia kembali meraih Asita Award, dalam ketegori kepala daerah yang dinilai konsisten membangun pariwisata. Seperti apa perjuangannya?


Gubernur Sumbar Irwan Prayitno antusias mendengar daftar nama penerima penganugerahan Asita Award di Pangeran Beach. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah, penghargaan yang diterima Wali Kota Sawahlunto Amran Nur. Ia mengomentari panjang lebar upaya dan keberhasilan kepala daerah di kota itu membangun pariwisata hingga menarik banyak wisatawan.
”Dulu kita sempat khawatir, Kota Sawahlunto akan jadi kota mati setelah terhentinya aktivitas tambang batu bara oleh PT BA. Namun, Pak Amran Nur ternyata mampu mengubah Sawahlunto menjadi kota tujuan wisata dengan berbagai terobosan yang dilakukannya,” puji Irwan Prayitno saat memberikan sambutan.
Usai menerima penghargaan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita), Amran Nur bersedia membeberkan perjuangannya membangun pariwisata Sawahlunto dan pemikirannya untuk pembangunan pariwisata Sumbar.
Awal menjadi wali kota, kata Amran Nur, kalau hanya berharap dari tambang membangun Sawahlunto sangat kecil prospeknya. Dia pun memutar otak menciptakan ikon baru dan mengubah pandangan orang bahwa Sawahlunto bukan sekadar kota tambang.
Akhirnya, dia melihat peluang sejarah panjang Sawahlunto potensial sebagai kota wisata warisan. Sebab, para ahli waris pegawai Belanda hingga kini masih tetap menyilau tempat tinggal leluhurnya di Sawahlunto. Peluang itu ditangkap wali kota berlatar belakang pengusaha dan konsultan manajemen ini, sebagai potensi yang bisa dikembangkan. Tanpa pikir panjang, dia pun bertekad menjadikan Sawahlunto menjadi destinasi (tujuan) wisata utama di Sumbar.
Langkah pertamanya, mewujudkan Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang berbudaya. Ia secara intens melakukan pendekatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya keramahtamahan dan memberikan kenyamanan kepada pendatang.
Tokoh masyarakat yang punya pengaruh besar, dan pihak-pihak yang berpengalaman di dunia pariwisata, diajak terlibat dan studi banding pada daerah yang dianggap mempunyai keramahtamahan tinggi.
”Kita berikan masyarakat pencerahan bagaimana menjadi tuan rumah yang baik, bagaimana menciptakan keamanan pada orang yang datang. Caranya, melakukan pertemuan bersama tokoh masyarakat. Imbauan dilakukan dari tingkat camat hingga kepala jorong. Kita tekankan betul, kita harus bangkit, caranya dengan pariwisata,” ujar mantan wali kota dua periode ini.
Setelah terjadi perubahan kultur melalui edukasi, dia pun mulai membenahi seluruh potensi pariwisata dan menciptakan objek wisata baru, seperti water boom dan pembenahan taman wisata Kandi. Amran menjelaskan, ada sekitar 100 bangunan peninggalan Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi seperti terowongan bekas penambangan, lokasi luas bekas penambangan terbuka, serta rel dan kereta api pengangkut batu bara.
Ada juga bekas-bekas bangunan Belanda yang dijadikan kota tua, terminal kereta api dan lokomotif yang usianya mencapai ratusan tahun. Semuanya dipertahankan dan diusahakan tetap sama seperti keadaannya ketika zaman dulu. Dengan aset bersejarah itu, membuat sisa-sisa peninggalan zaman penjajahan Belanda masih jelas terlihat di Sawahlunto.
Pemerintah pun merenovasi sejumlah bangunan peninggalan Belanda untuk dijadikan objek wisata andalan bekas Kota Arang itu. Bahkan, masyarakat dibantu biaya memperbaiki rumah agar tetap bercorak tempoe doeloe.
Setelah semuanya bangkit, paket-paket wisata pun dibuat. Wisatawan asal Belanda dan domestik menjadi target utama. Mereka melakukan promosi, kerja sama dengan semua stakeholders. Menyulap rumah-rumah warga menjadi rumah layak untuk menjadi tempat tinggal wisatawan atau homestay. ”Warga kita ajarkan bagaimana teknik house keeping, pelayanan pada tamu, dan masakan yang cocok dengan selera tamu. Hal itu dilakukan untuk antisipasi masih kurangnya penginapan di Sawahlunto. Kemampuan bahasa asing masyarakat juga diperkuat,” tuturnya.
Perlahan Sawahlunto pun bangkit. Perekonomian terus menggeliat, wisatawan pun berdatangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2004 jumlah wisatawan ke Sawahlunto hanya sekitar 14.425 orang, namun pada 2010 meningkat menjadi 645.020 orang. Meningkatnya wisatawan melancong telah menggairahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor pendidikan, ekonomi kerakyatan seperti kerajinan tenun songket, restoran dan souvenir.
Atas prestasi itu, Amran Nur diganjar berbagai penghargaan. Selain Asita Award, dia juga mendapat Penghargaan Nasional Citra Toko Budaya 2007 dari Yayasan Pelestarian budaya Indonesia. Lalu, Penghargaan Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Daerah Tahun 2008 dari PT Indonesia Asahan Aluminium. Kemudian, Penghargaan Temu Pusaka 2008 dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia.
Selain itu, Sawahlunto juga mendapat Penghargaan The Best Achievement Travel Club Tourism Award 2011, dan Penghargaan Indonesia Tourism Award 2011. Bahkan, pada tahun 2009 lalu, UNESCO memberikan penghargaan Asia-Pacific Heritage Awards for Culture Heritage Conservation, dan tahun ini bakal masuk pula sebagai salah satu kota warisan dunia.
”Ke depan, saya berharap semua daerah di Sumbar mempunyai visi yang sama terhadap perkembangan pariwisata. Potensi wisata Sumbar sangat komplit. Ada laut, gunung, danau, lembah, kereta api, kapal, bendi. Ada juga kesenian, kebudayaan, kuliner, kearifan lokal yang sangat unik.
Apabila semua kepala daerah bersatu memajukan pariwisata akan tercipta paket perjalanan wisata dan daerah pun sangat berpeluang untuk maju. Bayangkanlah, daerah kita ini bagaikan surga. Tinggal memperbaiki infrastruktur, memperbaiki kesadaran masyarakat tentang pentingnya memberikan keamanan dan kenyamanan kepada pendatang, maka kita akan menjadi destinasi utama di Indonesia. Daerah lain itu tidak ada apa-apanya dibanding kita,” ujarnya. (***)
Pernah Diterbitkan di Harian Pagi Padang Ekspres
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=22881

Senin, 03 Maret 2014

Kisah Shadiq Pasadigue, Anak Pejuang yang jadi Bupati Tanahdatar


Idolakan Ayah, Kemana-mana Bawa Yasin
Siapa sangka, dibalik sosoknya yang tegas dan keras, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue adalah seorang pria yang sangat mengagumi sosok ayahnya. Pesan-pesan ayahnya begitu melekat dalam dirinya. Bahkan, bupati dua periode ini tak segan-segan menunjukkan foto ayahnya yang senantiasa disimpannya dalam dompetnya.
Hijrah Adi Sukrial—Tanahdatar
Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue bersama anakkotogadang, Nagari Pangian, Hijrah Adi Sukrial.


Foto pacu jawi yang mendunia itu terpajang gagah di ruang tamu rumah dinas Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue di Gedung Indo Jalito Batusangkar. Sepertinya, melalui foto itu Shadiq Pasadique ingin memperkenalkan dan membanggakan kepada setiap tamu yang datang Tanahdatar adalah pemilik budaya pacu jawi tersebut.
Di ruang tamu itu Shadiq Pasadigue sedang menerima tamu di rumah dinasnya di Gedung Indo Jalito, Batusangkar ketika Padang Ekspres menemuinya, Jumat (28/2).
Kemudian, dia mempersilakan Padang Ekspres masuk dan mengajak untuk berbincang di ruang tamu yang ada di bagian dalam rumah. Ruang tamu dengan ruang itu dibatasi krai. Sebenarnya ruang itu lebih pas disebut ruang keluarga, karena di sana terdapat meja makan, televisi dan tak jauh dari dapur. Di sana beberapa pegawai sedang sibuk kegiatan masing-masing.
Di dinding dekat ruangan itu ada foto 3 orang pria bersarung yang sedang berdiri di depan rumah. Yaitu, Bung Hatta dan Buya Hamka yang mengapit seorang pria yang kemudian diketahui bernama M Saleh Kari Sutan atau juga dikenal Pakiah Saleh.
Pakiah Saleh adalah ayah dari Shadiq Pasadigue yang juga teman seperjuangan dengan Buya Hamka semasa mengaji di Masjid Jembatan Besi Padangpanjang dan sama-sama dibuang ke Digul bersama tokoh proklamator Indonesia, Muhammad Hatta.
Jangan bayangkan meja makan di rumah bupati itu penuh dengan hidangan dan makanan yang siap disajikan kapan saja, namun meja makan dipenuhi berkas-berkas kedinasan dan buku bacaan. 
”Saya tidak pernah dihidangkan, kalau mau makan, cukup ambilkan saja nasi sepiring. Dihidangkan itu menghabiskan waktu,” ujarnya ketika berbincang dengan Padang Ekspres.
Shadiq mengaku, bukanlah tipe orang yang makan dan berolahraga secara teratur. Bagi Shadiq, makan itu adalah keharusan, karena banyaknya kegiatan yang harus diikutinya membutuhkan tenaga. ”Kadang, mau pergi acara saya makan dulu, agar tidak ngantuk. Soal menu tidak ada pantangan. Namun, olahraga dan liburan sudah tidak sempat lagi,” jelas pria kelahiran 8 Januari 1960 yang mengaku suka makan ayam, sea food dan jengkol ini.
Ada satu hal yang tak pernah bisa ditinggalkan bupati dua periode yang menggantikan Masriadi Martunus sejak tahun 2005 ini, yaitu membaca Al Quran di setiap waktu senggangnya. Misalnya ketika dalam perjalanan menuju rapat atau dinas, di atas pesawat, dan antara Maghrib dan Isya saat dia berada di rumah. Bahkan, Surat Yasin kecil berwarna merah selalu menyertainya kemana pun dia pergi.
”Ayah saya dulu berpesan, setiap hari kita harus membaca Al Quran. Tidak bisa satu juz, 3 halaman, tidak bisa 3 halaman, minimal sehalaman. Makanya saya membawa ini kemana pun saya pergi,” jelasnya sambil memperlihatkan Surat Yasin kecil.
Menurut Shadiq, pesan-pesan ayahnya memang menjadi selalu diingat dan dilaksanakannya. Karena ayahnya yang seorang ulama mendidiknya sangat keras untuk masalah agama. Dia memaparkan, selain untuk selalu mengaji, ada beberapa pesan ayahnya yang terus terngiang di telinganya. Di antaranya, agar tidak pernah meninggalkan shalat, tidak beranak banyak, tidak iri hati, dan tidak makan yang haram.
Kata Shadiq, ayahnya menganalisa banyak masyarakat yang memiliki banyak anak, namun kemudian menjadi beban baginya. Misalnya, ada orang memiliki empat anak, namun tidak mampu memberi makan dan mendidik dengan baik. Hal itu akan menyebabkan anak menjadi beban bagi orangtuanya. ”Oleh sebab itu anak saya cuma dua,” ulas pria berkumis dan berkacamata ini.
Shadiq mengaku, dia tidak pernah mengajak anaknya liburan atau makan malam bersama secara khusus. Terutama sejak menjadi pejabat publik. Kata dia, dulu saat masih tinggal di Komplek Semen Padang, Sabtu atau Minggu mereka masih sempat meluangkan waktu bersama, minimal sekadar pergi ke pusat Kota Padang.
Sekarang. walau dia dan istrinya sibuk, mereka tidak melupakan perhatian untuk sepasang buah harinya itu. Wujud perhatian diberikan dengan cara selalu mengontrol shalat, makan dan kuliah anaknya. Kemudian, dia juga senantiasa mendoakan anaknya. ”Ini lihat, saya menelpon jam 13.20. Tadi saya menanyakan dimana dia shalat Jumat dan makannya. Saya juga ingatkan untuk pergi kuliah dan tidak lupa membuat tugas,” jelasnya sembari memperlihatkan telepon selularnya pada Padang Ekspres.   
Menurutnya, hal itu harus dilakukan setiap orang tua jika tidak ingin anaknya menjadi anak yang menyusahkannya kelak. Sebab, apabila anak diperhatikan ibadah, makan dan pendidikannya, maka anak akan tumbuh jadi anak yang beriman, berilmu dan sehat. Bekal itu pula yang dulu diberikan ayahnya Pakiah Saleh dan ibunya Hj Asiah Said padanya. Dengan demikian, anak akan mampu menjadi berkah bagi orang tuanya. ”Saya lahir saat usia ayah saya sudah 62 tahun. Dia tidak memberikan uang banyak, namun pendidikan agama dan pesan-pesan mendidik yang senantiasa saya ingat. Ayah saya meninggal 3 bulan setelah saya tamat kuliah,” kenang Shadiq.
”Dalam menjalani karir di bidang politik, juga ada pesan yang selalu saya ingat. Intinya, ketika berada di shaf terdepan, ada orang yang menawarkan kita jadi imam, kita harus melihat kiri kanan. Jika rasanya ada orang yang lebih baik dan lebih pantas, persilakanlah orang tersebut. Jika tidak ada, baru kita maju. Jika ini diamalkan, maka tidak akan 10 pasang calon kepala daerah di Padang,” ujar pria asal Nagari Simpuruik yang dibesarkan di Parakjua Batusangkar ini.
Yal, ajudan Shadiq Pasadique mengatakan, selama mendampingi Shadiq dia mengakui, memang sangat berkesan dengan kebiasaan Shadiq yang selalu menyempatkan diri untuk membaca Al Quran. Menurutnya Shadiq memang tidak ada mengikuti pengajian khusus. Sebab, sehabis Maghrib masih banyak acara undangan masyarakat yang dihadirinya.
Namun, dia melihat, selain di perjalanan, Shadiq rutin mengaji saat Kamis malam atau Jumat pagi. ”Biasanya bapak yasinan,” ujarnya. (***)


Terbit di Harian Pagi Padang Ekspres edisi 3 Maret 2014
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=50027