Translate

Selasa, 18 Februari 2014

Sosok Surya Burhanuddin Pencari Bocah Pintar








Sosok Surya Burhanuddin Pencari Bocah Pintar

Kirimkan Ratusan Siswa Indonesia ke Luar Negeri dengan Beasiswa
Berawal dari kesuksesan menguliahkan tiga anaknya di universitas terkemuka di Malaysia melalui jalur beasiswa, pengusaha asal Padang yang sekarang menetap di Jakarta ini kemudian mengirimkan ratusan anak Indonesia untuk kuliah ke luar negeri dengan jalur beasiswa. Awalnya dia banyak mengirimkan anak-anak dari daerah lain, sekarang dia berkomitmen mengirimkan anak-anak asal Sumbar.
Hijrah Adi Sukrial—Padang
Wajah Sabrina Washiatul Ahda terlihat bahagia. Betapa tidak, walau berasal dari keluarga kurang mampu, tak lama lagi dia akan menjadi mahasiswa. Tak tanggung-tanggung, alumni SMAN 1 Bukittinggi ini akan kuliah di negeri jiran Malaysia, tepatnya di University Utara Malaysia. Universitas tempat Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan gelar doctor honoris causa pada tahun 2012 lalu.
Untuk kuliah ke sana, Sabrina tidak perlu mengeluarkan uang. Sebab, 80 persen dari biaya pendidikan ditanggung Kerajaan Malaysia melalui beasiswa untuk siswa berprestasi. Sedangkan biaya yang 20 persen dan biaya hidup akan ditanggung oleh Surya Burhanuddin, pensiunan PT Pusri yang sekarang menjadi pengusaha kontraktor di Jakarta dan selama ini berkomitmen mengirimkan siswa terbaik Indonesia untuk kuliah ke Malaysia.
Selain Sabrina, ada juga Muhammad Yasser Julio dari SMAN 2 Padangpanjang
Ketika ditemui Padang Ekspres di rumah dinas Wali Kota Padang, Minggu (18/8) Surya Burhanuddin berbagi cerita dan pengalamannya mengirimkan ratusan siswa pintar Indonesia untuk mendapatkan beasiswa di luar negeri. “Tahun ini kita kirim 3 siswa dari Sumbar. Satu dari Bukittinggi, satu dari Padangpanjang, dan satu dari Padang. Tahun lalu kita kirim enam anak. Dengan demikian sudah 503 anak yang kita kirim ke Malaysia,” jelasnya membuka percakapan.
Berkat usaha keras Surya, sebagian besar para mahasiswa itu mendapat beasiswa dan sebagian kecil mendapat subsidi dari Kerajaan Malaysia sampai 80 persen. Artinya mereka hanya membayar kuliah 20 persen atau sekitar 4 juta per semester. ”kalau kita beri ikan habis termakan. Kalau kita beri mereka kail, mereka dapat ikan dalam jumlah terbilang. Namun, kalau kita beri ilmu, banayak generasi terselamatkan. Artinya mereka akan pulang ke Indonesia. Mereka akan menjadi pengusaha atau pekerja, yang berarti mereka akan menyelamatkan diri mereka sendiri, keluarganya, anak buahnya atau karyawannya,” kata ayah tiga orang anak dan kakek dari tiga cucu itu.
Kegiatan Surya sebagai pembuka jalan bagi calon mahasiswa berkuliah di Malaysia berawal dari pengalaman pribadi. Kala itu ia sudah bekerja di PT Pupuk Sriwijaya (PT Pusri). Ia bersama dua rekan sejawatnya, Lukman Kemis dan Dastamuar Bustami,  disekolahkan kantornya untuk program S-2 di Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.
Di penghujung periode perkuliahan, mereka mengikuti studi banding ke Nanyang Technological Univercity (NTU) Singapore dan ke University Kebangsaan Malaysia (UKM) di Salangor.
Di sela-sela studi banding UKM, Surya terpesona oleh luasnya kampus dan infrasturukturnya yang amat mengagumkan. Betapa tidak, UKM berada di atas area seluas 1.096 hektare, jauh dari permukiman penduduk, perpustakaan dengan lebih dari 1 juta judul buku, masjid, asrama mahasiswa berkapasitas lebih dari 10.000, dan lapangan golf 18 hole.
Pada saat rehat minum teh selepas acara seminar yang dipimpin Dr Nik Rahimah, Walil Dewan fakultas Pengurusan Perniagaan (Business Management), Suya menyelinap masuk ke bilik Dekan Prof Madya Dr Muhammad Mudya. Surya menanyakan kepada Muhammad Muda tentang kemungkinan putri sulungnya. Reiza Amelia, masuk UKM.
Kala itu, Reiza duduk di kelas 3 SMA 5 Negeri 5 Palembang. Reiza merupakan anak sulung hasil pernikahan Surya dengan mantan anggota Djamain Sisters, Sjenny Djamain. Surya mendapat penjelasan secara terperinci bahwa orang asing tidak dapat kuliah di UKM, kecuali lewat jalur khusus yang berarti anak itu harus punya keistimewaan.
Singkatnya, Reiza diterima untuk tahun kuliah 1996, diikuti kedua adiknya Yanuar Maulana pada 1998 dan Rizki Trinanda 2001`. Ketiganya mendapat bantuan subsidi dari Kerajaan Malaysia 100 persen. ”Kami sangat bahagia dan ingin berbagi kebahagiaan denga orang lain,” kata Surya.
Tamat dari Malaysia, dua anaknya bekerja di Amerika dan Petronas Malaysia. Selanjutnya, mengembangkan usaha di Indonesia.
Melihat keberhasilan ketiga anaknya, Surya tidak berpuas diri. Ia ingin berbagi kebahagiaan orang tua-orang tua yang memiliki anak pintar tetapi tidak mampu menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Ia ingin mencarikan sekolah bagi anak-anak intar yang ekonominya lemah. Ide ini kemudian melahirkan gagasan pendirian Sriwijaya Foundation (SF) pada 2003.
Belakangan SF melebarkan sayapnya dengan membantu anak lain di luar Palembang, seperti anak-anak yang jatuh miskin karena orangnya jadi korban gempa di Padang. Pertengahan November lalu, Surya mengurus seorang bocah Surabaya yang pintar tapi orang tuanya tak mampu.
”Anak itu saya carikan Universitas di Malaysia. Saya pakai uang yayasan untuk membiayai perjalanan, penginapan, dan makan kami. Setelah diterima di Malaysia, barulah saya mengahadap Wali Kota Surabaya untuk minta bantuan. Ternyata Wali Kota bersedia membantu kelanjutannya. Begitulah saya, terkatang saya hanya menjadi jembatannya saja. Pokoknya, asal niat kita baik, pasti ada jalan,” kata Surya.
Ia mengimbau orang-orang yang pernah menyekolahkan anaknya di luar negeri untuk mengikuti jejaknya, membantu anak yang tidak mampu untuk mendapat beasiswa di luar negeri. ”Kalau ada kemauan pasti ada jalan, ” ujarnya.
Setelah banyak membantu orang di luar Sumbar, banyak orang yang ”marah” pada Surya Burhanuddin. Kemudian, dia bertekad akan menyekolahkan anak-anak pintar di Sumbar ke luar negeri melalui jaringan yang telah dimilikinya ke Malaysia. Kata dia, ada dua hal yang dapat jadi pelajaran dengan mengirimkan bocah pintar sekolah ke luar negeri.
Pertama, anak Indonesia ternyata mampu dan bisa bersaing di luar negeri. Apabila semakin banyak anak Indonesia dikirim ke luar negeri, kesempatan anak lainnya untuk kuliah di universitas terkemuka tetap banyak. Apalagi kalau ke luar negeri bisa mendapatkan beasiswa.
Kemudian, Surya berharap banyak orang-orang lain yang berhasil dan mempunyai rezeki untuk membagi rezeki dengan menyekolahkan sebanyak-banyaknya anak Indonesia ke perguruan terkemuka di dalam negeri dan luar negeri. ”Saya siap carikan beasiswa dengan jaringan yang saya miliki. Tapi hendaknya ada yang membantu biaya hidupnya, sehingga anak-anak yang benar-benar tidak mampu bisa menikmati pendidikan yang berkualitas dan merubah kehidupan keluarganya,” ulas pria yang lahir di Alang Laweh Koto, Padang ini.
(***)

Surya Burhanuddin (berkacamata) ketika membawa tim dari Universiti Utara Malaysia berkunjung ke Padang dan disambut redaktur Padang Ekspres Hijrah Adi Sukrial (baju kotak-kotak).

Minggu, 16 Februari 2014

Sisi Lain Wali Kota Padang Fauzi Bahar

Tetap Jaga Anak, Tidur 4 Jam Sehari

 
Selasa (18/2) menjadi hari terakhir Fauzi Bahar memimpin Kota Padang. Masyarakat mengenalnya sebagai pemimpin tegas, kharismatik, dan religi. Di balik sosok tegasnya, ternyata mantan pasukan elite TNI AL ini adalah ayah yang penyayang dan penyabar.
Hijrah Adi Sukrial—Padang
Di sela kesibukannya memimpin Kota Padang sejak 10 tahun lalu, Fauzi Bahar tetap meluangkan waktu bagi keluarga tercinta, khususnya si bungsu, Tiara. Tiara terlahir sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Fauzi sangat menyayanginya.


Sesibuk apa pun menjalankan tugas memimpin ibu kota provinsi Sumbar ini, Fauzi Bahar selalu menyempatkan diri bercengkerama dengan putrinya yang saat ini berusia 12 tahun.
Pria yang baru saja dianugerahi gelar Datuak nan Sati ini mengaku, Tiara tidak sama dengan anak-anak lainnya. Saat malam, Fauzi harus bergantian dengan istrinya Meutiawati menjaga Tiara. ”Kadang jam 2 malam saya belum tidur, karena Tiara belum tidur. Tapi itu tidak membuat saya capek dan lelah. Saya tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Hikmahnya, saya jadi sering tahajud,” ungkap Fauzi Bahar saat berbincang dengan Padang Ekspres, di ruangan kerjanya, Balai Kota, Aiapacah Padang, Jumat (14/7) lalu.
Bagi doktor jebolan Universitas Negeri Padang itu, Tiara adalah amanah yang diberikan Allah padanya. Dia yakin, Allah menilai dia sebagai orang yang mampu dan kuat menjaga, merawat dan menyayangi Tiara.
Sekadar diketahui, saat Fauzi Bahar pertamakali menjabat sebagai Wali Kota Padang pada tahun 2014, ketika itu Tiara masih berumur 2 tahun. ”Dia tidak tahu ayahnya seorang wali kota. Dia tidak tahu ayahnya sedang didemo orang. Yang dia tahu, ketika kita datang, dia ingin bercengkerama dengan kita. Sehingga, seberat apa pun masalah di kota ini, ketika bertemu dengan Tiara, saya harus melupakannya sejenak. Walau 20 menit, saat akan memberikan waktu untuk dia,” papar alumni Lemhanas ini. “Tiara bagi saya adalah yang paling mahal di dunia ini. Dia membuat saya menyadari bahwa cinta yang paling nikmat adalah cinta kepada anak,” ungkap putra Kototangah ini.
Keberadaan Tiara, menurut Fauzi juga membawa berkah bagi anak berkebutuhan khusus lainnya. Sebab, keberadaan Tiara, membuat istrinya Meutiawati memiliki kepedulian tinggi terhadap anak-anak. Salah satunya dengan mendirikan Ti-Ji Home Scholing, yaitu sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Saat ini sekolah ini telah memiliki sedikitnya 60 siswa yang semuanya anak berkebutuhan khusus.
Kemudian, Fauzi Bahar pernah membuka pengobatan gratis di rumah dinasnya. Ketika itu, ribuan warga kota tumpah ruah mengikuti pengobatan gratis. Semua berawal dari perjuangannya menyembuhkan Tiara.
Selain pengobatan modern, juga alternatif. Setelah sekian lama berusaha, akhirnya ia menemukan pengobatan yang tepat bagi putrinya. Ini pula yang dibagi-bagikan kepada masyarakatnya, agar sembuh seperti Tiara.
”Setelah mencoba pengobatan alternatif, putri saya membaik. Saya sangat bersyukur sekali. Tuhan mendengar doa yang saya panjatkan lewat tahajud. Saya begitu gembira. Kebahagiaan itulah yang ingin saya bagi dengan warga kota. Kesembuhan Tiara memberi inspirasi bagi saya untuk mendatangkan perantara pengobatan alternatif  yang telah menyembuhkan Tiara,” sebut Fauzi ketika itu.
Nama tabib yang didatangkan Fauzi Bahar bernama Haji MP Setiaji dari Lereng Wonosobo. Fauzi yakin Allah SWT juga akan memberikan kesembuhan yang sama bagi warga kota lewat perantara MP Setiaji. Awalnya, menurut Fauzi, MP Setiaji hanya menangani anak berkebutuhan khusus dan stroke. Tapi akhirnya, banyak juga penderita penyakit lain yang datang berobat padanya. ”Tiara telah menyadarkan saya, bahwa saya harus berbagi dengan orang lain sebagai wujud rasa syukur atas kurnia Allah,” aku Fauzi.
Walau begitu, Fauzi mengaku tidak pernah bisa berkumpul utuh dengan keluarga. Selama 10 tahun dia memimpin Kota Padang, dia belum pernah sekalipun makan malam dengan kondisi anggota keluarga yang utuh. Walau bulan puasa sekali pun. ”Bulan puasa, setiap hari saya sahur dan berbuka di tempat yang berbeda,” jelasnya.
Sandimitra ajudan sang wali kota mengaku salut dan haru melihat kasih sayang Fauzi Bahar pada keluarganya. Setiap pulang dari luar kota, katanya Fauzi langsung ke rumah untuk bertemu anaknya. ”Biasanya dari bandara bapak langsung ke rumah. Beliau temui Tiara, beliau cium, diajak bercanda. Setelah itu baru beliau menerima tamu atau menghadiri acara atau menjalankan tugas lainnya,” ujar Sandimitra kepada Padang Ekspres, kemarin.
Di hari-hari tertentu, menurutnya Fauzi bahar juga menunjukkan kasih sayang dengan membelikan keluarga oleh-oleh. ”Tiara biasanya dibelikan mainan,” jelasnya.
Berpikir Positif
Memimpin kota yang besar dengan berbagai problematika ini, bukan pekerjaan mudah. Begitu pula yang dirasakan seorang Fauzi Bahar. Dalam sehari, ia hanya merasakan mata terpejam 4 sampai 5 jam. Selain padatnya jadwal menjalankan tugas, dia juga harus menjaga Tiara bergantian dengan istrinya. Namun, Fauzi mengaku selalu fit dan kuat.
Menurut pria yang suka olah raga dragon boat ini, kuncinya adalah positif thingking (berpikir positif), olah raga dan bekam. ”Kalau makanan, saya tidak ada pantangan. Masakan istri yang paling saya suka adalah pangek padeh dan cumi,” jelasnya.
Sedangkan olahraga rutinnya adalah bersepeda. ”Dulu saya menyelam, dragon boat, dan berenang. Sekarang saya rutin bersepeda,” katanya.
Soal karakternya yang dianggap banyak pihak keras dan temperamen, Fauzi tak menampiknya. Dia mengakui, dulu ketika awal menjabat, dia memang agak temperamental. ”Ya, saya yang biasa di pasukan elite, penuh kedisiplinan, berpikir cepat, bekerja cepat, kaget bergabung dengan sipil. Saya maunya semua sama cepatnya dengan saya. Makanya agak temperamental, seiring berjalan waktu saya berusaha menyesuaikan diri,” beber pria yang sukses memberantas togel di awal kepemimpinannya ini.
Sekarang, Fauzi justru dikenal sebagai atasan yang dekat dengan anggotanya. Padang Ekspres berkesempatan merasakan keakraban itu. Saat azan Ashar berkumandang, dia mengajak semua pejabat eselon, staf, hingga wartawan shalat berjamaah di ruang kerjanya di Kantor Balai Kota Padang, dan Fauzi langsung menjadi imam.
”Kalau subuh, bapak ajak saya dan sopir shalat bersama. Kalau siang, di mana ada masjid, di sana kami shalat. Kalau di kantor atau di rumah, siapa yang ada selalu diajak shalat bersama,” kata Sandimitra.
Siap jadi Wagub
Usai menjalankan tugas sebagai Wako Padang dua periode, Fauzi Bahar mengaku akan mengurus beras genggam, yakni mengumpulkan beras dari warga mampu untuk disumbangkan ke warga yang tidak mampu. Selain itu, dia mempersiapkan diri untuk maju sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Kepulauan Riau.
Dia optimistis bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman dalam memajukan Kepri. Apalagi, Kepri merupakan kampung halaman istrinya. Selain itu, karakter alam Kepri yang sama-sama mempunyai potensi maritim dengan Padang adalah daya tarik tersendiri.
Alasan lain yang menurutnya cukup logis, potensi suara dari masyarakat Minang di Kepri lumayan banyak, karena 24 persen penduduk Kepri adalah warga Minang. “Menurut saya itu sebuah modal. Tentunya kita ingin yang terbaik untuk daerah Kepulauan Riau ini,” tambah pria berkumis ini.
Sumber daya perikanan, sektor pariwisata dan industri maritim, tambang minyak dan gas (migas) menurutnya perlu mendapat perhatian lebih baik lagi. Wilayah kepulauan punya banyak aspek yang seharusnya menjadikan daerah ini punya pergerakan perekonomian yang pesat. ”Kita harusnya memikirkan bagaimana lautan itu bisa dijadikan tempat mata pencarian bagi masyarakat setiap saat seperti layaknya di darat,” ujarnya lagi.
Saat ini, dia sedang penjajakan dengan tokoh Kepri untuk menjadi pasangannya. Bahkan ada rumor beredar bahwa Fauzi akan berpasangan dengan Gubernur incumbent Muhammad Sani. ”Ya kita lihat saja nanti,” ulas pria yang sukses membumikan asmaul husna di Kota Padang ini. (*)

* Juga Diterbitkan di Harian Pagi Padang Ekspres